Fenomenologi Sebagai Metode Penelitian

Written By 085216140877 on Sabtu, 20 Agustus 2011 | 07.17

Fenomenologi Schutz (dalam Mulyana, 2004:62) adalah pemahaman atas tindakan, ucapan, dan interaksi yang merupakan prasyarat bagi eksistensi sosial siapapun. Dalam setiap situasi fenomenologis, waktu dan historis yang secara unik menempatkan individu, kita memiliki dan menerapkan persediaan pengetahuan (stock knowledge) yang terdiri dari semua fakta, kepercayaan, keinginan, prasangka, dan aturan yang kita pelajari dari pengalaman pribadi dan pengetahuan siap pakai yang tersedia bagi kita di dunia yang kedalamnya kita lahir.
Metode fenomenologi berusaha menggambarkan makna dari pengalaman hidup beberapa individu mengenai konsep fenomena yang dialaminya. Kaum penganut fenomenologis berusaha mempelajari struktur kesadaran dalam pengalaman individu.
Analisis fenomenologis memiliki banyak cara pandang melihat suatu fenomena. Pada penelitian ini peneliti menggunakan analisis fenomenologi sosial yang dikembangkan Alfred Schutz. Schutz adalah seorang pengacara, orang bisnis dan filsuf yang lahir dan besar di Wina, Austria. Karyanya yang paling komperhensif adalah Phenomenology of Social Word (1967) dan Reflection on the Problem of Relevance, 1970 (Basrowi dan Sudikin, 2002:31).
Berdasarkan pengertian di atas, dengan penelitian ini peneliti bermaksud mendapatkan semua informasi masyarakat Gajeboh yang mendengarkan radio siaran. Semua fakta, keinginan, prasangka, yang didapatkan dari informan akan digunakan dalam menganalisis fenomena yang terjadi. Tugas peneliti dalam penelitian ini adalah merekonstruksi dunia kehidupan manusia “sebenarnya” dalam bentuk yang individu alami dengan cara berinteraksi secara langsung dengan informan yaitu masyarakat Gajeboh yang mendengarkan radio siaran.
Menurut Schutz (dalam Mulyana, 2004:81) dalam interaksi sosial berlangsung pertukaran motif, proses pertukaran motif para aktor dinamakan the reciprocity of motives. Melalui interpretasi terhadap tindakan orang lain, individu dapat mengubah tindakan selanjutnya untuk mencapai kesesuaian dengan tindakan orang lain. Agar dapat melakukan hal itu individu dituntut untuk mengetahui makna, motif, atau maksud dari tindakan orang lain. Motif dalam perspektif fenomenologi menurut Schutz adalah konfigurasi atau konteks makna yang tampak pada aktor sebagai landasan makna perilakunya.
            Schutz adalah seorang pelopor yang menerapkan fenomenologi pada kehidupan sosial. Schutz  meneliti peristiwa sosial, seperti komunikasi, dari perspektif mereka yang berpartisipasi di dalamnya. Schutz menganggap bahwa tidak mungkin kita dapat memperoleh kebenaran universal untuk menggambarkan tingkah laku manusia. Satu-satunya yang bisa didapatkan adalah kebenaran spesifik yang terbentuk disuatu komunitas atau kelompok tertentu dan kita akan tercengang kemudian karena keragaman karakter kelompok tersebut.          
            Schutz sangat percaya bahwa lingkungan sosial sangat berpengaruh terhadap kontruksi individu terhadap realitas. Schutz mencoba mengatakan bahwa realitas bagi individu sangat bergantung pada apa yang dipelajari indiidu itu dalam proses interaksi sosial atau budaya yang terjadi (Djuarsa, 1994: 375-376). Tidak ada yang inheren dalam suatu objek sehingga ia menyediakan makna bagi manusia. Individu memilih, memeriksa, berfikir, menafsirkan stimulasi yang dihadapinya dalam sebuah proses pembentukan makna. Bukan sebagai proses penerapan makna yang disepakati, melainkan pembentukan makna. Dalam proses inilah terlihat keunikan individu dalam membangun konstruksi realitas yang berbeda, pengalaman yang berbeda, bahkan terhadap stimuli yang sama.
            Pada akhirnya tindakan yang dihasilkan akan berbeda karena pengalaman yang diperolehnya berbeda pula. Kecenderungan untuk keselarasan atau konsensus bagi masyarakat yang bersangkutan. Blumer melihat tindakan kelompok atau struktur sosial sebagai hasil dari kumpulan tindakan individu (Poloma, 2000:262) siklusnya berjalan terus, individu membentuk konsensus pemaknaan simbol. Konsensus akan mempengaruhi pengalaman individu, pengalaman akan memengaruhi tindakan individu dan berulang lagi.
            Schutz merumuskan esensi fenomenologi atau interaksi simbolik dalam mempelajari tindakan sosial. Schutz tertarik pada bagaimana anggota masyarakat mengendalikan kehidupan sehari-harinya, terutama pada aspek bagaimana individu secara sadar membangun makna melalui interaksi sosial (Creswell, 1998:53). Asumsi di atas menjelaskan bahwa pemahaman mengenai pengalaman manusia merupakan salah satu cara untuk memahami perilaku individu. Pemahaman objektifitas individu dimediasikan oleh subjektifitas individu yang mengalami realitas tersebut. Fenomenologi Schutz berusaha menjelaskan pengalaman individu dari kaca mata individu yang mengalami realitas atau fenomena itu sendiri. Perspektif ini berusaha memahami realitas dari sudut pandang objek.
            Jadi pengalaman masyarakat Gajeboh yang mendengarkan radio siaran dianggap sebagai bagian dari proses memaknai realitas. Bagaimana masyarakat Gajeboh memaknai perilaku mereka mendengarkan radio siaran tersebut serta latar belakang dan aktivitas mendengarkan radio siaran.
Penelitian ini direduksi dalam pandangan Schutz (Mulyana, 2008;62) yakni sebagai kategori pengetahuan pertama bersifat pribadi dan unik bagi setiap individu. Kategori pengetahuan kedua adalah pengkhasan (typication) yang telah terbentuk dan dianut semua anggota suatu budaya, terdiri dari mitos, pengetahuan budaya, dan akal sehat (common sense). Maka penelitian sosial adalah usaha untuk mengembangkan model-model sistem konsep dan relevansi subjek penelitian oleh karena hal-hal itu dapat diamati dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk melakukan penelitian fenomenologi, peneliti perlu mengesampingkan konsep awalnya supaya bisa mengerti dengan baik tentang fenomena terebut sebagai pengalaman dari partisipan (Creswell 1998:31). Proses ini oleh Busserl disebut sebagai reduksi fenomenologi atau epoche.

0 komentar: